Jual
beli
Makalah Diajukan Untuk
Memenuhi Mata Kuliah
Fiqih Muamalah
Dosen Pengampu:
Drs. Multazim, M.Ag
Oleh:
Rohmanu Muhammad
Umi munifatul khoiriyah
FAKULTAS TARBIYAH
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)
IBRAHIMY
GENTENG BANYUWANGI
2015
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah Puji syukur penulis penjatkan
kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat, taufik dan hidayah-Nya penulis dapat
menyelesaikan penyusunan makalah untuk tugas mata kuliah Fiqih Muamalah yang berjudul “Jual-Beli”.
Dalam Penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan-kekurangan
baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang
dimiliki penulis dan dari referensi-referensi buku yang berbeda-beda.
Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak
sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini. Akhirnya
penulis berharap semoga Allah memberikan imbalan yang setimpal pada mereka yang
telah memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua bantuan ini sebagai ibadah,
Amiin Yaa Robbal ‘Allamin.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ....................................................................... ix
DAFTAR
ISI ....................................................................... x
BAB
I PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang ........................................................................
1
B.
Rumusan
Masalah ........................................................................ 1
C.
Tujuan ........................................................................ 1
BAB
II PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Jual-Beli ........................................................................ 2
B.
Rukun
Jual-Beli ........................................................................ 3
C.
Syarat
Jual-Beli ........................................................................ 4
D.
Hukum
dan sifat jual-beli ...................................................................... 4
E.
Jual-Beli
yang Dilarang
Dalam Islam ........................................................................ 5
F.
Macam-macam
Jual-Beli ....................................................................... 8
BAB
III PENUTUP
A.
Kesimpulan ........................................................................ 9
B.
Saran ........................................................................ 9
DAFTAR PUSAKA ........................................................................ 10
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang.
Allah Swt telah menjadikan manusia masing-masing saling membutuhkan
satu sama lain , supaya mereka tolong
menolong, tukar menukar keperluan dalam segala urusan kepentingan hidup
masing-masing. Contohnya dalam kehidupan sehari-hari yang biasa sering kita
lakukan adalah jual-beli. Baik dalam kepentingan pribadi maupun untuk
kepentingan kemaslahatan umum. Dengan cara demikian kehidupan masyarakat
menjadi teratur dan makmur,pertalian yang satu dengan yang lain pun akan
semakin erat. Akan tetapi, sifat loba dan tamak tetap masih ada pada manusia, suka mementingkan diri
sendiri. Supaya hak masing-masing jangan sampai tersia-sia, juga dapat menjaga kemaslahatan umum dan pertukaran dapat berjalan dengan lancar dan
teratur. Oleh sebab itu, agama memberi peraturan dengan sebaik-baiknya karena
dengan adanya aturan-aturan muamalat, maka penghidupan manusia akan menjadi sangat
lebih baik. Dan hal- hal yang tidak
diinginkan dapat kita hindari.
Jual beli adalah proses pemindahan hak milik barang atau harta
kepada pihak lain dengan menggunakan uang sebagai alat tukarnya. Kata lain dari jual beli adalah al-ba’i,
asy-syira’, al-mubadah, dan at-tijarah. Landasan atau dasar hukum mengenai jual
beli ini disyariatkan berdasarkan Al-Qur’an, Hadist Nabi, dan Ijma’. Hukum jual
beli pada dasarnya dibolehkan oleh ajaran islam. Kebolehan ini didasarkan
kepada firman Allah yang terjemahannya sebagai berikut : “…. Janganlah kamu
memakan harta diantara kamu dengan jalan batal melainkan dengan jalan jual
beli, suka sama suka….” (Q.S. An-Nisa’ : 29).
B.
Rumusan Masalah
1.
Apakah
pengertian dari jual beli itu sendiri?
2.
Apa
saja rukun dan syarat jual beli ?
3.
Ada
berapa hukum dan macam-macam jual-beli itu sendiri?
C.
Tujuan Makalah
1. Dapat memahami pengertian jual-beli.
2. Dapat mengetahui syarat dan rukun jual-beli
3. Dapat menegtahui hukum dan macam-macam jual beli baik yang
terlarang maupun yang tidak terlarang.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Jual Beli
Jual beli Adalah proses pemindahan hak milik/barang atau harta
kepada pihak lain dengan menggunakan uang sebagai alat tukarnya.
Menurut etimologi, jual beli adalah
مُقَابَلَةَ الشِّيْئِ بِاالشِّيءِ ) pertukaran sesuatu dengan sesuatu yang
lain). Kata lain dari jual beli adalah al-ba’i, asy-syira’, al-mubadah,
dan at-tijarah. Menurut terminologi, para ulama berbeda pendapat dalam
mendefinisikannya, antara lain :
1.
Menurut
ulama Hanafiyah : مُبَادَلَةُ مَالٍ بِمَالٍ عَلَى وَجْهٍ مَخْصُوْصٍ
Jual beli adalah ”pertukaran
harta (benda) dengan harta berdasarkan cara khusus (yang dibolehkan).” (Alaudin :133)
2.
Menurut
Imam Nawawi dalam Al-Majmu’ :
مُقَا بَلَةُ مَالٍ بِمَالٍ تَمْلِيْكًا
Jual beli adalah “ pertukaran harta dengan harta untuk
kepemilikan.”
3.
Menurut
Ibnu Qudamah dalam kitab Al-mugni : مُبَادَلَةُ
اْلمَالِ بِالْمَالِ تَمْلِيْكًا وَتَمَلُّكًا
Jual beli adalah “
pertukaran harta dengan harta, untuk saling menjadikan milik.” Pengertian
lainnya jual beli ialah persetujuan saling mengikat antara penjual ( yakni
pihak yang menyerahkan/menjual barang) dan pembeli (sebagai pihak yang
membayar/membeli barang yang dijual).Pada masa Rasullallah SAW harga barang itu
dibayar dengan mata uang yang terbuat dari emas (dinar) dan mata uang yang
terbuat dari perak(dirham).
(Asy-syarbini :2)
Landasan
atau Dasar Hukum Jual-Beli
Landasan
atau dasar hukum mengenai jual beli ini disyariatkan berdasarkan Al-Qur’an,
Hadist Nabi, dan Ijma’ Yakni :
1.
Al-qur’an
Yang mana Allah SWT berfirman dalam surat An-Nisa : 29
“Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu makan harta
sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku
dengan suka sama suka diantara kamu” (QS. An-Nisa : 29).
وَأَحَلَّ اللهُ اْلبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَوا (اللبقرة:275
“Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba” (QS. Al-Baqarah : 275).
2.
Sunnah
Nabi, yang mengatakan:”
Suatu ketika Nabi SAW, ditanya tentang mata pencarian yang paling baik. Beliau
menjawab “Seseorang bekerja dengan tangannya dan setiap jual beli yang
mabrur.” (HR. Bajjar, Hakim yang menyahihkannya dari Rifa’ah Ibn Rafi’).
Maksud mabrur dalam hadist adalah jual beli yang terhindar dari usaha
tipu-menipu dan merugikan orang lain.
3.
Ijma’
Ulama telah sepakat bahwa jual beli diperbolehkan dengan alasan
bahwa manusia tidak akan mampu mencukupi kebutuhan dirinya, tanpa bantuan orang
lain. Namun demikian, bantuan atau barang milik orang lain yang dibutuhkannya
itu, harus diganti dengan barang lainnya yang sesuai. (Ibn Abidin :5)
B.
Rukun Jual-Beli
1.
Penjual
(bai’) dan Pembeli (mustari)
Syaratnya
adalah:
·
Berakal,
agar tidak terkecoh.
·
Dengan
kehendak sendiri (bukan di paksa)
·
Tidak
mubazir (pemboros)
·
Balig
(berumur 15 tahun ke atas/dewasa)
2.
Uang
dan benda yang dibeli (ma’qud alaih)
Syaratnya
adalah :
·
Suci.
Barang najis tidak sah dijual dan tidak boleh dijadikan uang untuk dibelikan,
seperti kulit binatang atau bangkai.
·
Ada
manfaatnya. Tidak boleh menjual barang yang tidak ada manfaatnya. Dilarang pula
mengambil tukaranya karena hal itu termasuk dalam arti yang menyia-yiakan harta.
·
Barang
itu dapat diserahkan. Tidak sah menjual suatu barang yang tidak dapat
diserahakn. Contonya ikan dalam laut, barang yang dijaminkan. Sebab semua itu
mengandung tipu daya .
·
Barang
tersebut merupakan kepunyaan si penjual.
·
Barang
tersebut diketahui oleh si penjual dan pembeli. Zat, bentuk, dan sifat-sifatnya
jelas. Sehingga keduanya tidak akan terjadi kecoh mengecoh,
3.
Lafadz
ijab dan kabul (shighat).
Ijab adalah
perkataan penjual, misalnya,”saya jual barang ini sekian”.
Kabul adalah
ucapan si pembeli, misalnya “saya terima harga sekian”. Keteranganya bahwa
telah terjadi kesepakatan antara penjual dan pembeli, atau suka sama
suka.sedangkan suka sama suka itu tidak dapat diketahui dengan jelas karena
perkataan suka itu bergantung pada hati masing-masing. Ini pendapat kebanyakan
ulama’. Tetapi Nawawi, Mutawali, Bagawi dan beberapa ulama’ lain berpendapat
bahwa lafadz itu tidak menjadi rukun , hanya menurut adat kebiasan saja. Adapun lafadz itu mempunyai beberapa syarat :
·
Keadaan
ijab dan kabul berhubungan.
·
Makna
keduanya hendaklah mufakat .
·
Keduanya
tidak disangkutkan dengan urusan yang lain.
·
Tidak
berwaktu. Sebab jual-beli berwaktu seperti sebulan setahun itu tidak sah.
C.
Syarat Jual-Beli
Dalam jual beli terdapat empat macam syarat, yakni syarat
terjadinya akad (in’iqad), syarat sahnya akad, syarat terlaksananya akad (nafad), dan syarat
lujum.
Secara umum tujuan
adanya semua syarat tersebut antara lain untuk menghindari pertentangan
diantara manusia, menjaga kemaslahatan orang yang sedang akad, menghindari
jual-beli gharar (terdapat unsur penipuan), dan lain-lain.
D.
Hukum dan Sifat Jual Beli
Ditinjau dari hukum dan sifat jual beli, jumhur ulama’membagi jual
beli menjadi dua macam , yaitu jual beli yang dikatakan sah (sahih) dan jual beli
yang dikatakan tidak sah.
Jual beli sahih adalah jual
beli yang memenuhi ketentuan syara’, baik rukun maupun syaratnya. Sedangakan
jual beli yang tidak sah/batal adalah jual beli yang tidak memenuhi salah satu
syarat dan rukun sehingga jual beli menjadi rusak atau batal.jual beli rusak
adalah jual beli yang sesuai dengan ketentuan syariat pada asalnya, tetapi
tidak sesuai dengan syariat pada sifatnya. seperti jual beli yang dilakukan
oleh seorang mumayiz, tetapi bodoh sehingga menimbulkan pertentangan.
Perbedaan pendapat antar jumhur ulama’ dan ulama’ hanafiyah
berpangkal pada jual beli atau akad yang tidak memenuhi ketentuan syara’
berdasarkan hadits
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ اَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ وَمَنْ اَدْخَلَ
فِى دِيْنِناَ مَا لَيْسَ مِنَّا فَهُوَرَدٌّ
(روا مسلم عن عاىشه)
Artinya:” barang siapa yang berbuat suatu amal yang tidak kami
perintahkan maka bertolak .begitu pula barang siapayang memasukan suatu
perbuatan kepada agam kita, maka bertolak” (muslim dari siti aisyah)
Berdasarkan hadits di atas , jumhur ulama’ berpendapat bahwa akad jual beli yang keluar dari syara’
harus ditolak atau tidak dianggap , baik dalam hal muamalat atau ibadah.
Adapun menurut ulama’ hanafiyah, dalam masalah muamalah terkadang
ada suatu kemaslahatan yang tidak ada ketentuanya dari syara’ sehingga tidak
sesuai atau ada kekurangan dengan ketentuan syariat. Akad seperti ini adalah
rusak, tetapi tidak batal.
Hukum-hukum Jual-Beli
1.
Mubah, merupakan asal hukum jual-beli
2.
Wajib, misal wali menjual harta anak yatim apabila terpaksa. Begitu juga
kadi menjual harta muflis (orang yang lebih banyak hutangnya dari pada
hartanya)
3.
Haram, sebagaimana yang telah diterangakan pada rupa-rupa jual beli yang dilarang
4.
Sunah, misalnya jual-beli kepada sahabat atau famili yang dikasihi. Dan
orang yang membutuhakan barang itu.
Berikut ini adalah contoh
bagaimana hukum jual beli bisa berubah menjadi sunnah, wajib, haram, atau
makruh. Jual beli hukumnya sunnah, misalnya dalam jual beli barang yang hukum
menggunakan barang yang diperjual-belikan itu sunnah seperti minyak wangi. Jual
beli hukumnya wajib, misalnya jika ada suatu ketika para pedagang menimbun
beras, sehingga stok beras sedikit dan mengakibatkan harganya pun melambung
tinggi. Maka pemerintah boleh memaksa para pedagang beras untuk menjual beras
yang ditimbunnya dengan harga sebelum terjadi pelonjakan harga. Menurut Islam,
para pedagang beras tersebut wajib menjual beras yang ditimbun sesuai dengan
ketentuan pemerintah. Jual beli hukumnya haram, misalnya jual beli yang tidak
memenuhi rukun dan syarat yang diperbolehkan dalam islam, juga mengandung unsur
penipuan. Jual beli hukumnya makruh, apabila barang yang dijual-belikan itu hukumnya
makruh seperti rokok. (Rasjid Sulaiman :290)
E.
Jual Beli yang Dilarang dalam Islam.
Jual beli yang dilarang dalam islam sangatlah banyak. Berkenaan
dengan jual beli yang dilarang dalam islam , Wahbah Al-Juhailili sebagai
berikut.
1.
Terlarang
Sebab Ahliah (ahli Akad)
a.
Jual beli orang gila
Ulama’ fiqih
sepakat bahwa jual beli orang yang gila tidak sah. Begitu pula sejenisnya,
seperti orang mabuk.
b.
Jual beli anak kecil.
Ulama’ fiqih
sepakat bahwa jual beli anak kecil (belum mumayiz) dipandang tidak sah, kecuali
dalam perkara-perkara yang ringan atau sepele. Menurut ulama’ safi’iyah
dipandang tidak sah sebab tidak ada ahliah.
Adapun menurut
ulama’ lainya dipandang sah karena untuk melatih kedewasaan anak agar lebih
mandiri.
c.
Jual beli orang buta
d.
Jual beli orang terpaksa
Menurut ulama’
hanafiyah hukum jual beli orang terpaksa sepertijual beli fudhul(jual beli
tanpa seizin pemiliknya )yakni ditangguhkan mauquf. Oleh karena itu keabsahanya
ditangguhkan sampai hilang rasa keterpaksaanya.
e.
Jual beli fudhul
Jual beli
fudhul adalah jual beli milik orang tanpa seizin pemiliknya.
f.
Jual beli orang yang terhalang
Maksud
terhalang disini adalah terhalang karena kebodohan, bangkrut ataupun sakit.
Jual beli orang bodoh yang suka menghamburkan hartanya, menurut sebagian para
ulama’ harus ditangguhkan.
g.
Jual beli malja’.
Jual beli
malja’ adalah jual beli orang yangsedang
dalam bahaya, yakni untuk menghindar dari perbuatan dhalim.
2.
Terlarang
Sebab Shighat
Ulama’
fiqih telah sepakat atas sahnya jual-beli yang didasarkan pada keridhaan di
antara pihak yang melakukan akad, ada kesesuain dia antara ijab dan qabul,
berada di satu tempat, dan tidak terpisah oleh suatu pemisah.
Jual beli yang tidak memenuhi ketentuan
tersebut dipandang tidak sah. Beberapa jual beli yang dipandang tidak sah atau masih diperdebatkan oleh para
ulama’ adalah berikut:
a.
Jual beli mu’athah
Jual beli
mu’athah adalah jual beli yang telah disepakati oleh pihak akad, berkenaan
dengan barang maupun harganya, tetapi tidak memakai ijab qabul. Jumhur ulama’
menyatakan sahih apabila ada ijab dari salah satunya. Begitu pula dibolehkan
ijab- qabul dengan isyarat, perbuatan atau cara-cara yang lainyang menunjukan
keridhaan memberi barang dan menerima uang dipandang sebagai shigat dengan
perbuatan atau isyarat.
b.
Jual beli melalui surat atau melalui utusan
Disepakati oleh
ulama’ fiqih bahwa jual beli melalui utusan adalah sah. Tempat berakat adalah
sampainya surat surat atau utusan dari aqid pertama atau aqid kedua. Jika qabul
melebihi tempat , akad tersebut dipandang tidak sah , seperti surat tidak
sampai ke tangan yang dimaksud.
c.
Jual beli dengan isyarat atau tulisan
Disepakati
kesahihan akad dengan isyarat atau tulisan khususnya bagi yang uzur sebab sama
dengan ucapan. Selain itu , isyarat juga menunjukan apa yang ada dalam hati
aqid. Apabila isyarat tidak di pahami dan tulisanya jelek (tidak dapat dibaca),
akad tidak sah.
d.
Jual beli yang tidak ada ditempat atau akad
Ulama’ fiqih
telah sepakat bahwa jual-beli atas barang yang yang tidak ada ditempat adalah tidak sah sebab tidak memenuhi syarat
in’iqad(terjadinya akad)
e.
Jual
beli tidak bersesuaian antara ijab dan qabul.
Hal ini
dipandang tidak sah menurut keseoakatan ulama’, akan tetapi , jika lebih baik,
seperti meninggikan harga, menurut ulama’ hanafiyah membolehkanya, sedangkan
ulama syafiiyah mengaggapnya tiddak sah.
f.
Jual beli munjiz
Jual beli
munjiz adalah yang dikaitkan dengan suatu syarat atau ditangguhkan pada waktu
yang akan datang. Jual beli ini, dipandang fasid menurut ulama hanafiyah dan
batal menurur jumhur ulama’.
3.
Terlarang
Sebab Ma’qud Alaih (barang Jualan)
Secara
umum, ma’qud alaih adalah alat yang
dijadikan pertukaran oleh orang yang akad, yang biasa disebut mabi’ (barang
jualan) dan harga.
Ulama’
fiqih sepakat bahwa jual- beli yang dianggap sah apabila ma’qud alaih adalah
barang yang tetap atau bermanfaat, berbentuk, dapat diserahkan, dapat dilihat
oleh orang-orang yang akad, tidak bersangkutan dengan milik orang lain, dan
tidak ada larangan dalam syara’.
Beberapa maslah yang disepakati oleh sebagian
ulama’, tetapi juga diperselisihkan oleh ulama’ lainyana, diantaranya berikut
ini:
a.
Jual beli yang tidak ada atau di khawatirkan tidak ada
b.
Jual beli yang tidak dapat diserahkan.
Jual beli
barang yang diserahkan. Seperti burung yang ada diudara.
c.
Jual beli gharar
Jual beli
gharar adalah jual beli yang mengandung kesamaran. Hal itu dilarang sebab
rusullah SAW bersabda:
لَاتَشْتَرُوْاالسَّمَكَ
فِى المَاءِفَاِنَّهُ غُرُوْرٌ (رواه أحمد)
Artinya:” janganlah kamu membeli ikan didalam
air karena jual beli seperti itu termasuk gharar (menipu)”.
Menurut imam
Jazi Al-Maliki, gharar yang dilarang ada (sepuluh )macam:
1.
Tidak
dapat diserahkan, seperti menjual anak hewan yang masing dalam kandungan
induknya.
2.
Tidak
diketahui harga barang
3.
Tidak
diketahui sifat barang atau harga
4.
Tidak
diketahui ukuran barang dan harga
5.
Tidak
diketahui masa yang akan datang, seperti ”saya jual kepadamu jika zaed datang”
6.
Menghargakan
dua kali pada satu barang
7.
Menjula
barang yang diharapkan selamat
8.
Jual
beli ,husha’ misalnya pembeli memegang tongkat, jika tongkat jatuh wajib
memebeli.
9.
Jual
beli munabadzah, yaitu jual beli dengan cara lempar melempari, seperti
seseorang melempar bajunya, kemudian yang lain pun melempar bajunya, maka
jadilah jual beli.
d.
Jual beli mulasamah apabila
mengusap baju atau kain. Maka wajib memebelinya.
e.
Jual beli barang yang najis
dan terkena najis
f.
Jual beli air
Disepakati
bahwa jual beli air yang dimiliki, seperti air sumur atau yang disimpan
ditempat pemiliknya dibolehkan oleh jumhur ulama’ madzab 4 sebaliknya ulama’
zhahiriyah melarang secara mutlak. Juga jual beli yang mubah, yakni yang semua
manusia boleh memanfaatkanya.
g.
Jual beli barang yang tidak jelas (majhul)
h.
Jual beli yang tidak ada ditempat akad (ghaib), tidak dapat
dilihat.
Ulama’
malikiyah membolehkanya bila disebutkan sifat-sifatnya dan mensyaratkan 5
macam.
Ø Harus jauh sekali tempatnya
Ø Tidak boleh sekali tempatnya
Ø Bukan pemiliknya harus ikut memberikan gambaran
Ø Harus meringkas sifat-sifat barang secara menyeluruh
Ø Penjual tidak boleh melakukan syarat
i.
Jual beli sesuatu sebelum dipegang
j.
Jual beli buah buah-buahan atau tumbuhan
Apabila belum
terdapat buah, disepakati tidak ada akad. Setelah ada buah, tetapi belum
matang, akadnya fasid menurut ulama’ hanafiyah dan batal menurut jumhur ulama’.
Adapun jika buah-buahan atau tumbuh-tumbuhan itu telah matang, akadnya
dibolehkan.
4.
Terlarang
Sebab Syara’
a.
Jual-beli riba
b.
Jual beli dengan uang dari barang yang diharamkan.
c.
Jual-beli dari hasil pencegatan barang
d.
Jual
beli waktu adzan jum’at
Yakni bagi
laki-laki yang berkewajiaban melaksanakan shalat jumat. Menurut jumhur ulama
hanafiayah pada waktu azan pertama sedangkan menurut ulama’ lainya, azan ketika
khatib sudah berada dimimbar. Ulama’ hanafiyah menghukuminya makruh tahrim,
sedangkan ulama’ safi’iyah menghukuminya sahih haram.
e.
Jual-beli anggur untuk dijadikan khamar
f.
Jual beli induk tanpa anaknya yang masih kecil
g.
Jual-beli barang yang sedang dibeli orang lain
h.
Jual-beli memakai syarat
Menurut ulama’
syafi’iyah dibolehkan jika syarat maslahat bagi salah satu pihak yang
melangsungkan akad, sedangkan menurut ulama’ hanabilah, tidak dibolehkan jika
hanya bermanfaat bagi salah satu yang akad.(Syafi’i :100)
F.
Macam-macam Jual-Beli
Jual-beli berdasarkan pertukaranya secara umum dibagi empat macam:
a.
Jual-beli
saham (pesanan)
Jual beli saham
adalah jual beli memalui
pesanan, yakni jual-beli dengan cara menyerahkan terlebih dahulu uang muka
kemudian barangnya diantar belakangan.
b.
Jual-beli
muqayadhah (barter)
Adalah
jual-beli dengan cara menukar barang , seperti menukar baju dengan sepatu.
c.
jual-beli muthlaq
adalah
jual-beli barang dengan sesuatu yang telah disepakati sebagai alat pertukaran,
seperti uang
d.
jual-beli alat penukar dengan alat penukar
adalah
jual-beli barang yang biasa dipakai sebagai alat penukar dengan alat penukar
lainya, seperti uang perak dengan uang emas.
Berdasarkan
segi harga, jual-beli dibagi pula menjadi empat bagian:
Ø jual-beli yang menguntungkan (al-murabbahah)
Ø jual -beli yang tidak menguntungkan, yaitu menjual dengan harga
aslinya (at-tauliyah)
Ø jual-beli rugi (al-khasarah)
Ø jual-beli al-musawah, yaitu
penjual menyembunyikan harga aslinya , tetapi kedua orang yang akad
saling meridhai, jual beli inilah yang berkembang sekarang. (Al-Juhaili
:595-596)
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Jual
beli Adalah proses pemindahan hak milik/barang atau harta kepada pihak lain
dengan menggunakan uang sebagai alat tukarnya. Kata lain dari jual beli adalah
al-ba’i, asy-syira’, al-mubadah, dan at-tijarah.
2.
Dalam
jual beli terdapat empat macam syarat, yakni syarat terjadinya akad (in’iqad),
syarat sahnya akad, syarat terlaksananya
akad (nafad), dan syarat lujum.
Rukun jual beli adalah ijab dan qabul yang menunjukan pertukaran
barang secara ridha dengan ucapan maupun perbuatan. Adapun rukun jual beli:
Ø Ba’i (penjual)
Ø Mustari (pembeli)
Ø Ma’qud alaih (benda /barang)
Ø Shighat (ijab dan qabul)
3.
Ditinjau
dari hukum dan sifat jual beli, jumhur ulama’membagi jual beli menjadi dua
macam , yaitu jual beli yang dikatakan sah (sahih) dan jual beli yang dikatakan
tidak sah. Jual beli sahih adalah jual
beli yang memenuhi ketentuan syara’, baik rukun maupun syaratnya. Sedangakan
jual beli yang tidak sah/batal adalah jual beli yang tidak memenuhi salah satu
syarat dan rukun sehingga jual beli menjadi rusak atau batal.
B.
Saran
1.
Ditujukan
oleh semua kalangan mahasiwa khususnya untuk untuk jurusan tarbiyah. Agar lebih
mendalami masalah ilmu fiqih terutama bab muamalat karena merupakan hukum agama
bagi kehidupan sehari-hari. Dan kita
sebagai calon pendidik untuk bisa menyampaikan materi kepada peserta didik
dengan baik dan benar.
2.
Ditujukan
oleh semua kalangan masyarakat umum khususnya seorang muslim. Sebagai seorang
muslim dalam menjalankan aktivitas sehari-hari tak lepas dari hukum agama.
Untuk itu kita dianjurkan dapat memahami lebih-lebih mematuhi agar kehidupan
lebih tentram dan sejahtera.
DAFTAR PUSAKA
Ibn
Abidin, Radd Al-Muktar Syarh Tanwir
Al-Abshal; Al-munirah, Mesir, 1997
Sulaiman
Rasyid, Fiqh Islam,Ath-thahiriyah,
Jakarta, 2004
Syafe’i
rachmat, Fiqih Muamalah, Bandung ; Pustaka Setia, 2000
Wahbah
Al-Juhaili, Al-Fiqh Al-Islam wa Adillatuh, Dar Al-Fikr, 1989