Kamis, 25 Juni 2015

menuduh zina

Jual beli
Makalah  Diajukan Untuk Memenuhi Mata Kuliah
Fiqih Muamalah
Dosen Pengampu:
Drs. Multazim, M.Ag
Oleh:
Rohmanu Muhammad
Umi munifatul khoiriyah

Nur rohmawati ulfa
FAKULTAS TARBIYAH
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM  (STAI) IBRAHIMY
GENTENG BANYUWANGI
2015
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah Puji syukur penulis penjatkan kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat, taufik dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah untuk tugas mata kuliah  Fiqih Muamalah yang berjudul “Jual-Beli”. Dalam Penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki penulis dan dari referensi-referensi buku yang berbeda-beda.
Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini. Akhirnya penulis berharap semoga Allah memberikan imbalan yang setimpal pada mereka yang telah memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua bantuan ini sebagai ibadah, Amiin Yaa Robbal ‘Allamin.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR                     .......................................................................  ix
DAFTAR ISI                                     .......................................................................   x
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang                  ........................................................................            1
B.     Rumusan Masalah             ........................................................................            1
C.     Tujuan                               ........................................................................            1
BAB II PEMBAHASAN
A.    Pengertian Jual-Beli          ........................................................................  2
B.     Rukun Jual-Beli                ........................................................................  3
C.     Syarat Jual-Beli                 ........................................................................  4
D.    Hukum dan sifat jual-beli ......................................................................  4
E.     Jual-Beli yang Dilarang
Dalam Islam                      ........................................................................  5
F.      Macam-macam Jual-Beli .......................................................................  8
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan                       ........................................................................   9
B.     Saran                                 ........................................................................   9
DAFTAR PUSAKA        ........................................................................  10
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar  Belakang.
Allah Swt telah menjadikan manusia masing-masing saling membutuhkan satu  sama lain , supaya mereka tolong menolong, tukar menukar keperluan dalam segala urusan kepentingan hidup masing-masing. Contohnya dalam kehidupan sehari-hari yang biasa sering kita lakukan adalah jual-beli. Baik dalam kepentingan pribadi maupun untuk kepentingan kemaslahatan umum. Dengan cara demikian kehidupan masyarakat menjadi teratur dan makmur,pertalian yang satu dengan yang lain pun akan semakin erat. Akan tetapi, sifat loba dan tamak tetap masih  ada pada manusia, suka mementingkan diri sendiri. Supaya hak masing-masing jangan sampai tersia-sia, juga  dapat  menjaga kemaslahatan umum dan   pertukaran dapat berjalan dengan lancar dan teratur. Oleh sebab itu, agama memberi peraturan dengan sebaik-baiknya karena dengan adanya aturan-aturan muamalat, maka penghidupan manusia akan menjadi sangat  lebih baik. Dan hal- hal yang tidak diinginkan dapat kita hindari.
Jual beli adalah proses pemindahan hak milik barang atau harta kepada pihak lain dengan menggunakan uang sebagai alat tukarnya.  Kata lain dari jual beli adalah al-ba’i, asy-syira’, al-mubadah, dan at-tijarah. Landasan atau dasar hukum mengenai jual beli ini disyariatkan berdasarkan Al-Qur’an, Hadist Nabi, dan Ijma’. Hukum jual beli pada dasarnya dibolehkan oleh ajaran islam. Kebolehan ini didasarkan kepada firman Allah yang terjemahannya sebagai berikut : “…. Janganlah kamu memakan harta diantara kamu dengan jalan batal melainkan dengan jalan jual beli, suka sama suka….” (Q.S. An-Nisa’ : 29).
B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah pengertian dari jual beli itu sendiri?
2.      Apa saja rukun dan syarat jual beli ?
3.      Ada berapa hukum dan macam-macam jual-beli itu sendiri?
C.    Tujuan Makalah
1.      Dapat memahami pengertian jual-beli.
2.      Dapat mengetahui syarat dan rukun jual-beli
3.      Dapat menegtahui hukum dan macam-macam jual beli baik yang terlarang maupun yang tidak terlarang.
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Jual  Beli
Jual beli Adalah proses pemindahan hak milik/barang atau harta kepada pihak lain dengan menggunakan uang sebagai alat tukarnya.
Menurut etimologi, jual beli adalah  مُقَابَلَةَ الشِّيْئِ بِاالشِّيءِ ) pertukaran sesuatu dengan sesuatu yang lain). Kata lain dari jual beli adalah al-ba’i, asy-syira’, al-mubadah, dan at-tijarah. Menurut terminologi, para ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikannya, antara lain :
1.      Menurut ulama Hanafiyah :   مُبَادَلَةُ مَالٍ بِمَالٍ عَلَى وَجْهٍ مَخْصُوْصٍ                               
 Jual beli adalah ”pertukaran harta (benda) dengan harta berdasarkan cara khusus (yang dibolehkan).” (Alaudin :133)
2.      Menurut Imam Nawawi dalam Al-Majmu’ :                                   مُقَا بَلَةُ مَالٍ بِمَالٍ تَمْلِيْكًا
Jual beli adalah “ pertukaran harta dengan harta untuk kepemilikan.”
3.      Menurut Ibnu Qudamah dalam kitab Al-mugni : مُبَادَلَةُ اْلمَالِ بِالْمَالِ تَمْلِيْكًا وَتَمَلُّكًا           
 Jual beli adalah “ pertukaran harta dengan harta, untuk saling menjadikan milik.” Pengertian lainnya jual beli ialah persetujuan saling mengikat antara penjual ( yakni pihak yang menyerahkan/menjual barang) dan pembeli (sebagai pihak yang membayar/membeli barang yang dijual).Pada masa Rasullallah SAW harga barang itu dibayar dengan mata uang yang terbuat dari emas (dinar) dan mata uang yang terbuat dari perak(dirham).  (Asy-syarbini :2)
Landasan atau  Dasar Hukum  Jual-Beli
Landasan atau dasar hukum mengenai jual beli ini disyariatkan berdasarkan Al-Qur’an, Hadist Nabi, dan Ijma’ Yakni :
1.      Al-qur’an
Yang mana Allah SWT berfirman dalam surat An-Nisa : 29
Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu makan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu” (QS. An-Nisa : 29).
 وَأَحَلَّ اللهُ اْلبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَوا (اللبقرة:275
Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” (QS. Al-Baqarah : 275).
2.      Sunnah
Nabi, yang mengatakan:” Suatu ketika Nabi SAW, ditanya tentang mata pencarian yang paling baik. Beliau menjawab “Seseorang bekerja dengan tangannya dan setiap jual beli yang mabrur.” (HR. Bajjar, Hakim yang menyahihkannya dari Rifa’ah Ibn Rafi’). Maksud mabrur dalam hadist adalah jual beli yang terhindar dari usaha tipu-menipu dan merugikan orang lain.
3.        Ijma’
Ulama telah sepakat bahwa jual beli diperbolehkan dengan alasan bahwa manusia tidak akan mampu mencukupi kebutuhan dirinya, tanpa bantuan orang lain. Namun demikian, bantuan atau barang milik orang lain yang dibutuhkannya itu, harus diganti dengan barang lainnya yang sesuai. (Ibn Abidin :5)
B.     Rukun Jual-Beli
1.      Penjual (bai’) dan Pembeli (mustari)
Syaratnya adalah:
·         Berakal, agar tidak terkecoh.
·         Dengan kehendak sendiri (bukan di paksa)
·         Tidak mubazir (pemboros)
·         Balig (berumur  15 tahun ke atas/dewasa)
2.      Uang dan benda yang dibeli (ma’qud alaih)
Syaratnya adalah :
·         Suci. Barang najis tidak sah dijual dan tidak boleh dijadikan uang untuk dibelikan, seperti kulit binatang atau bangkai.
·         Ada manfaatnya. Tidak boleh menjual barang yang tidak ada manfaatnya. Dilarang pula mengambil tukaranya karena hal itu termasuk dalam arti yang  menyia-yiakan harta.
·         Barang itu dapat diserahkan. Tidak sah menjual suatu barang yang tidak dapat diserahakn. Contonya ikan dalam laut, barang yang dijaminkan. Sebab semua itu mengandung tipu daya .
·         Barang tersebut merupakan kepunyaan si penjual.
·         Barang tersebut diketahui oleh si penjual dan pembeli. Zat, bentuk, dan sifat-sifatnya jelas. Sehingga keduanya tidak akan terjadi kecoh mengecoh,
3.      Lafadz ijab dan kabul (shighat).
Ijab adalah perkataan penjual, misalnya,”saya jual barang ini sekian”.
Kabul adalah ucapan si pembeli, misalnya “saya terima harga sekian”. Keteranganya bahwa telah terjadi kesepakatan antara penjual dan pembeli, atau suka sama suka.sedangkan suka sama suka itu tidak dapat diketahui dengan jelas karena perkataan suka itu bergantung pada hati masing-masing. Ini pendapat kebanyakan ulama’. Tetapi Nawawi, Mutawali, Bagawi dan beberapa ulama’ lain berpendapat bahwa lafadz itu tidak menjadi rukun , hanya menurut adat kebiasan saja.  Adapun lafadz itu mempunyai beberapa syarat :
·         Keadaan ijab dan kabul berhubungan.
·         Makna keduanya hendaklah mufakat .
·         Keduanya tidak disangkutkan dengan urusan yang lain.
·         Tidak berwaktu. Sebab jual-beli berwaktu seperti sebulan setahun itu tidak sah.
C.    Syarat Jual-Beli
Dalam jual beli terdapat empat macam syarat, yakni syarat terjadinya akad (in’iqad), syarat sahnya akad, syarat  terlaksananya akad (nafad), dan syarat lujum.
            Secara umum tujuan adanya semua syarat tersebut antara lain untuk menghindari pertentangan diantara manusia, menjaga kemaslahatan orang yang sedang akad, menghindari jual-beli gharar (terdapat unsur penipuan), dan lain-lain.
D.    Hukum dan Sifat Jual Beli
Ditinjau dari hukum dan sifat jual beli, jumhur ulama’membagi jual beli menjadi dua macam , yaitu jual beli yang dikatakan sah (sahih) dan jual beli yang dikatakan tidak  sah.
 Jual beli sahih adalah jual beli yang memenuhi ketentuan syara’, baik rukun maupun syaratnya. Sedangakan jual beli yang tidak sah/batal adalah jual beli yang tidak memenuhi salah satu syarat dan rukun sehingga jual beli menjadi rusak atau batal.jual beli rusak adalah jual beli yang sesuai dengan ketentuan syariat pada asalnya, tetapi tidak sesuai dengan syariat pada sifatnya. seperti jual beli yang dilakukan oleh seorang mumayiz, tetapi bodoh sehingga menimbulkan pertentangan.
Perbedaan pendapat antar jumhur ulama’ dan ulama’ hanafiyah berpangkal pada jual beli atau akad yang tidak memenuhi ketentuan syara’ berdasarkan hadits
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ اَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ وَمَنْ اَدْخَلَ فِى دِيْنِناَ مَا لَيْسَ مِنَّا فَهُوَرَدٌّ  (روا مسلم عن عاىشه)
Artinya:” barang siapa yang berbuat suatu amal yang tidak kami perintahkan maka bertolak .begitu pula barang siapayang memasukan suatu perbuatan kepada agam kita, maka bertolak” (muslim dari siti aisyah)
Berdasarkan hadits di atas , jumhur ulama’ berpendapat  bahwa akad jual beli yang keluar dari syara’ harus ditolak atau tidak dianggap , baik dalam hal muamalat atau ibadah.
Adapun menurut ulama’ hanafiyah, dalam masalah muamalah terkadang ada suatu kemaslahatan yang tidak ada ketentuanya dari syara’ sehingga tidak sesuai atau ada kekurangan dengan ketentuan syariat. Akad seperti ini adalah rusak, tetapi tidak batal.  
            Hukum-hukum Jual-Beli
1.      Mubah, merupakan asal hukum jual-beli
2.      Wajib, misal wali menjual harta anak yatim apabila terpaksa. Begitu juga kadi menjual harta muflis (orang yang lebih banyak hutangnya dari pada hartanya)
3.      Haram, sebagaimana yang telah diterangakan  pada rupa-rupa jual beli yang dilarang
4.      Sunah, misalnya jual-beli kepada sahabat atau famili yang dikasihi. Dan orang yang membutuhakan barang itu.
 Berikut ini adalah contoh bagaimana hukum jual beli bisa berubah menjadi sunnah, wajib, haram, atau makruh. Jual beli hukumnya sunnah, misalnya dalam jual beli barang yang hukum menggunakan barang yang diperjual-belikan itu sunnah seperti minyak wangi. Jual beli hukumnya wajib, misalnya jika ada suatu ketika para pedagang menimbun beras, sehingga stok beras sedikit dan mengakibatkan harganya pun melambung tinggi. Maka pemerintah boleh memaksa para pedagang beras untuk menjual beras yang ditimbunnya dengan harga sebelum terjadi pelonjakan harga. Menurut Islam, para pedagang beras tersebut wajib menjual beras yang ditimbun sesuai dengan ketentuan pemerintah. Jual beli hukumnya haram, misalnya jual beli yang tidak memenuhi rukun dan syarat yang diperbolehkan dalam islam, juga mengandung unsur penipuan. Jual beli hukumnya makruh, apabila barang yang dijual-belikan itu hukumnya makruh seperti rokok. (Rasjid Sulaiman :290)
E.     Jual Beli yang Dilarang dalam Islam.
Jual beli yang dilarang dalam islam sangatlah banyak. Berkenaan dengan jual beli yang dilarang dalam islam , Wahbah Al-Juhailili sebagai berikut.
1.      Terlarang Sebab Ahliah (ahli Akad)
a.      Jual beli orang gila
Ulama’ fiqih sepakat bahwa jual beli orang yang gila tidak sah. Begitu pula sejenisnya, seperti orang mabuk.
b.      Jual beli anak kecil.
Ulama’ fiqih sepakat bahwa jual beli anak kecil (belum mumayiz) dipandang tidak sah, kecuali dalam perkara-perkara yang ringan atau sepele. Menurut ulama’ safi’iyah dipandang tidak sah sebab tidak ada ahliah.
Adapun menurut ulama’ lainya dipandang sah karena untuk melatih kedewasaan anak agar lebih mandiri.
c.       Jual beli orang buta
d.      Jual beli orang terpaksa
Menurut ulama’ hanafiyah hukum jual beli orang terpaksa sepertijual beli fudhul(jual beli tanpa seizin pemiliknya )yakni ditangguhkan mauquf. Oleh karena itu keabsahanya ditangguhkan sampai hilang rasa keterpaksaanya.
e.       Jual beli fudhul
Jual beli fudhul adalah jual beli milik orang tanpa seizin pemiliknya.
f.        Jual beli orang yang terhalang
Maksud terhalang disini adalah terhalang karena kebodohan, bangkrut ataupun sakit. Jual beli orang bodoh yang suka menghamburkan hartanya, menurut sebagian para ulama’ harus ditangguhkan.
g.      Jual beli malja’.
Jual beli malja’ adalah  jual beli orang yangsedang dalam bahaya, yakni untuk menghindar dari perbuatan dhalim.
2.      Terlarang Sebab Shighat
Ulama’ fiqih telah sepakat atas sahnya jual-beli yang didasarkan pada keridhaan di antara pihak yang melakukan akad, ada kesesuain dia antara ijab dan qabul, berada di satu tempat, dan tidak terpisah oleh suatu pemisah.
      Jual beli yang tidak memenuhi ketentuan tersebut dipandang tidak sah. Beberapa jual beli yang dipandang  tidak sah atau masih diperdebatkan oleh para ulama’ adalah berikut:
a.      Jual beli mu’athah
Jual beli mu’athah adalah jual beli yang telah disepakati oleh pihak akad, berkenaan dengan barang maupun harganya, tetapi tidak memakai ijab qabul. Jumhur ulama’ menyatakan sahih apabila ada ijab dari salah satunya. Begitu pula dibolehkan ijab- qabul dengan isyarat, perbuatan atau cara-cara yang lainyang menunjukan keridhaan memberi barang dan menerima uang dipandang sebagai shigat dengan perbuatan atau isyarat.
b.      Jual beli melalui surat atau melalui utusan
Disepakati oleh ulama’ fiqih bahwa jual beli melalui utusan adalah sah. Tempat berakat adalah sampainya surat surat atau utusan dari aqid pertama atau aqid kedua. Jika qabul melebihi tempat , akad tersebut dipandang tidak sah , seperti surat tidak sampai ke tangan yang dimaksud.
c.       Jual beli dengan isyarat atau tulisan
Disepakati kesahihan akad dengan isyarat atau tulisan khususnya bagi yang uzur sebab sama dengan ucapan. Selain itu , isyarat juga menunjukan apa yang ada dalam hati aqid. Apabila isyarat tidak di pahami dan tulisanya jelek (tidak dapat dibaca), akad tidak sah.
d.      Jual beli yang tidak ada ditempat atau akad
Ulama’ fiqih telah sepakat bahwa jual-beli atas barang yang yang tidak ada ditempat  adalah tidak sah sebab tidak memenuhi syarat in’iqad(terjadinya akad)
e.       Jual beli tidak bersesuaian antara ijab dan qabul.
Hal ini dipandang tidak sah menurut keseoakatan ulama’, akan tetapi , jika lebih baik, seperti meninggikan harga, menurut ulama’ hanafiyah membolehkanya, sedangkan ulama syafiiyah mengaggapnya tiddak sah.
f.        Jual beli munjiz
Jual beli munjiz adalah yang dikaitkan dengan suatu syarat atau ditangguhkan pada waktu yang akan datang. Jual beli ini, dipandang fasid menurut ulama hanafiyah dan batal menurur jumhur ulama’.
3.      Terlarang Sebab Ma’qud Alaih (barang Jualan)
Secara umum, ma’qud alaih  adalah alat yang dijadikan pertukaran oleh orang yang akad, yang biasa disebut mabi’ (barang jualan) dan harga.
Ulama’ fiqih sepakat bahwa jual- beli yang dianggap sah apabila ma’qud alaih adalah barang yang tetap atau bermanfaat, berbentuk, dapat diserahkan, dapat dilihat oleh orang-orang yang akad, tidak bersangkutan dengan milik orang lain, dan tidak ada larangan dalam syara’.
 Beberapa maslah yang disepakati oleh sebagian ulama’, tetapi juga diperselisihkan oleh ulama’ lainyana, diantaranya berikut ini:
a.      Jual beli yang tidak ada atau di khawatirkan tidak ada
b.      Jual beli yang tidak dapat diserahkan.
Jual beli barang yang diserahkan. Seperti burung yang ada diudara.
c.       Jual beli gharar
Jual beli gharar adalah jual beli yang mengandung kesamaran. Hal itu dilarang sebab rusullah SAW bersabda:
لَاتَشْتَرُوْاالسَّمَكَ فِى المَاءِفَاِنَّهُ غُرُوْرٌ (رواه أحمد)
 Artinya:” janganlah kamu membeli ikan didalam air karena jual beli seperti itu termasuk gharar (menipu)”.
Menurut imam Jazi Al-Maliki, gharar yang dilarang ada (sepuluh )macam:
1.      Tidak dapat diserahkan, seperti menjual anak hewan yang masing dalam kandungan induknya.
2.      Tidak diketahui harga barang
3.      Tidak diketahui sifat barang atau harga
4.      Tidak diketahui ukuran barang dan harga
5.      Tidak diketahui masa yang akan datang, seperti ”saya jual kepadamu jika zaed datang”
6.      Menghargakan dua kali pada satu barang
7.      Menjula barang yang diharapkan selamat
8.      Jual beli ,husha’ misalnya pembeli memegang tongkat, jika tongkat jatuh wajib memebeli.
9.      Jual beli munabadzah, yaitu jual beli dengan cara lempar melempari, seperti seseorang melempar bajunya, kemudian yang lain pun melempar bajunya, maka jadilah jual beli.
d.      Jual beli mulasamah apabila mengusap baju atau kain. Maka wajib memebelinya.
e.        Jual beli barang yang najis dan terkena najis
f.        Jual beli air
Disepakati bahwa jual beli air yang dimiliki, seperti air sumur atau yang disimpan ditempat pemiliknya dibolehkan oleh jumhur ulama’ madzab 4 sebaliknya ulama’ zhahiriyah melarang secara mutlak. Juga jual beli yang mubah, yakni yang semua manusia boleh memanfaatkanya.
g.      Jual beli barang yang tidak jelas (majhul)
h.      Jual beli yang tidak ada ditempat akad (ghaib), tidak dapat dilihat.
Ulama’ malikiyah membolehkanya bila disebutkan sifat-sifatnya dan mensyaratkan 5 macam.
Ø  Harus jauh sekali tempatnya
Ø  Tidak boleh sekali tempatnya
Ø  Bukan pemiliknya harus ikut memberikan gambaran
Ø  Harus meringkas sifat-sifat barang secara menyeluruh
Ø  Penjual tidak boleh melakukan syarat
i.        Jual beli sesuatu sebelum dipegang
j.        Jual beli buah buah-buahan atau tumbuhan
Apabila belum terdapat buah, disepakati tidak ada akad. Setelah ada buah, tetapi belum matang, akadnya fasid menurut ulama’ hanafiyah dan batal menurut jumhur ulama’. Adapun jika buah-buahan atau tumbuh-tumbuhan itu telah matang, akadnya dibolehkan.
4.      Terlarang Sebab Syara’
a.      Jual-beli riba
b.      Jual beli dengan uang dari barang yang diharamkan.
c.       Jual-beli dari hasil pencegatan barang
d.      Jual beli waktu adzan jum’at
Yakni bagi laki-laki yang berkewajiaban melaksanakan shalat jumat. Menurut jumhur ulama hanafiayah pada waktu azan pertama sedangkan menurut ulama’ lainya, azan ketika khatib sudah berada dimimbar. Ulama’ hanafiyah menghukuminya makruh tahrim, sedangkan ulama’ safi’iyah menghukuminya sahih haram.
e.       Jual-beli anggur untuk dijadikan khamar
f.        Jual beli induk tanpa anaknya yang masih kecil
g.      Jual-beli barang yang sedang dibeli orang lain
h.      Jual-beli memakai syarat
Menurut ulama’ syafi’iyah dibolehkan jika syarat maslahat bagi salah satu pihak yang melangsungkan akad, sedangkan menurut ulama’ hanabilah, tidak dibolehkan jika hanya bermanfaat bagi salah satu yang akad.(Syafi’i :100)
F.     Macam-macam Jual-Beli
Jual-beli berdasarkan pertukaranya secara umum dibagi empat macam:
a.       Jual-beli saham (pesanan)
Jual beli saham  adalah jual beli memalui pesanan, yakni jual-beli dengan cara menyerahkan terlebih dahulu uang muka kemudian barangnya diantar belakangan.
b.      Jual-beli muqayadhah (barter)
Adalah jual-beli dengan cara menukar barang , seperti menukar baju dengan sepatu.
c.       jual-beli muthlaq
adalah jual-beli barang dengan sesuatu yang telah disepakati sebagai alat pertukaran, seperti uang
d.      jual-beli alat penukar dengan alat penukar
adalah jual-beli barang yang biasa dipakai sebagai alat penukar dengan alat penukar lainya, seperti uang perak dengan uang emas.
Berdasarkan segi harga, jual-beli dibagi pula menjadi empat bagian:
Ø  jual-beli yang menguntungkan (al-murabbahah)
Ø  jual -beli yang tidak menguntungkan, yaitu menjual dengan harga aslinya (at-tauliyah)
Ø  jual-beli rugi (al-khasarah)
Ø  jual-beli al-musawah, yaitu  penjual menyembunyikan harga aslinya , tetapi kedua orang yang akad saling meridhai, jual beli inilah yang berkembang sekarang. (Al-Juhaili :595-596)
BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
1.      Jual beli Adalah proses pemindahan hak milik/barang atau harta kepada pihak lain dengan menggunakan uang sebagai alat tukarnya. Kata lain dari jual beli adalah al-ba’i, asy-syira’, al-mubadah, dan at-tijarah.
2.      Dalam jual beli terdapat empat macam syarat, yakni syarat terjadinya akad (in’iqad), syarat sahnya akad, syarat  terlaksananya akad (nafad), dan syarat lujum.
Rukun jual beli adalah ijab dan qabul yang menunjukan pertukaran barang secara ridha dengan ucapan maupun perbuatan. Adapun rukun jual beli:
Ø  Ba’i  (penjual)
Ø  Mustari (pembeli)
Ø  Ma’qud alaih (benda /barang)
Ø  Shighat (ijab dan qabul)
3.      Ditinjau dari hukum dan sifat jual beli, jumhur ulama’membagi jual beli menjadi dua macam , yaitu jual beli yang dikatakan sah (sahih) dan jual beli yang dikatakan tidak  sah. Jual beli sahih adalah jual beli yang memenuhi ketentuan syara’, baik rukun maupun syaratnya. Sedangakan jual beli yang tidak sah/batal adalah jual beli yang tidak memenuhi salah satu syarat dan rukun sehingga jual beli menjadi rusak atau batal.
B.     Saran
1.      Ditujukan oleh semua kalangan mahasiwa khususnya untuk untuk jurusan tarbiyah. Agar lebih mendalami masalah ilmu fiqih terutama bab muamalat karena merupakan hukum agama bagi kehidupan  sehari-hari. Dan kita sebagai calon pendidik untuk bisa menyampaikan materi kepada peserta didik dengan baik dan benar.
2.      Ditujukan oleh semua kalangan masyarakat umum khususnya seorang muslim. Sebagai seorang muslim dalam menjalankan aktivitas sehari-hari tak lepas dari hukum agama. Untuk itu kita dianjurkan dapat memahami lebih-lebih mematuhi agar kehidupan lebih tentram dan sejahtera.
DAFTAR PUSAKA
            Ibn Abidin, Radd Al-Muktar  Syarh Tanwir Al-Abshal; Al-munirah,  Mesir, 1997
            Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam,Ath-thahiriyah,  Jakarta,  2004
            Syafe’i rachmat, Fiqih Muamalah, Bandung ; Pustaka Setia,  2000
            Wahbah Al-Juhaili, Al-Fiqh Al-Islam wa Adillatuh, Dar Al-Fikr, 1989